Aturan dan rutinitas (Rules and Routine) dalam Pendidikan Jasmani

Hasil survei dilakukan penulis melalui online survei menunjukkan secara umum setiap sekolah mempunyai peraturan dan prosedur sekolah (school policy). Akan tetapi tidak semua sekolah dan guru Pendidikan Jasmani memiliki peraturan untuk kelas Pendidikan Jasmani apalagi peraturan secara tertulis.

Dalam Pendidikan Jasmani (Penjas) aktivitas yang perlu mendapat perhatian tidak hanya ketika kegiatan berlangsung tetapi dari awal hingga selesai aktivitas semua harus diperhatikan. Peraturan dalam kelas Pendidikan Jasmani, dimulai dari siswa datang ke kelas pendidikan jasmani, dilanjutkan siswa ganti pakaian, sampai dengan siswa meninggalkan kelas. Oleh karena itu, seorang guru Penjas harus bisa mengatur kelas sedemikian rupa sehingga tidak terjadi permasalahan yang bisa mengganggu jalannya proses pembelajaran. Biasanya permasalahan yang sering terjadi pada kelas Penjas berkaitan dengan masalah perilaku siswa (students behavior), yang cenderung akan menghambat kegiatan pembelajaran. Untuk mendislipinkan kelas, guru harus selalu mempunyai kesadaran akan apa yang terjadi di dalam kelas, selalu mempunyai perhatian kepada keseluruhan siswa, dan selalu mencermati dan mewaspadai terhadap perilaku yang secara potensial menyimpang.

Masalah yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah pengelolaan kelas. Tantangan sebagai seorang guru Pendidikan jasmani adalah menciptakan lingkungan belajar yang mendukung kelancaran pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga siswa dapat mencapai tujuan pembelajaranya. Keberhasilan dalam proses belajar mengajar adalah berawal dari manajemen kelas yang baik. Penanganan awal dalam manajemen kelas mengacu pada tindakan proaktif, bukan reaktif. Jadi penerapan peraturan dan rutinitas harus mendapatkan perhatian oleh guru pendidikan jasmani.

Aturan dan rutinitas (Rules and Routine)

Sebuah sistem manajerial yang sukses dimulai dengan pengembangan dan pembentukan peraturan (rules) dan rutinitas (routines) di kelas. Dalam perencanaan peraturan dan rutinitas guru harus mempertimbangkan kebutuhan siswa dan lingkungan fisik kelas. Beberapa literatur menyatakan bahwa sangat penting bagi guru untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang tepat di hari pertama pada awal tahun ajaran baru. Kenapa harus diawal, karena apabila di tengah semester ada hal-hal yang berkaitan dengan perilaku yang tidak tepat sedangkan seorang guru lupa atau bahkan tidak memiliki aturan yang jelas maka sebagai seorang guru akan kesulitan mengendalikannya. Sedangkan apabila aturan sudah dijelaskan dari awal maka semuanya akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu dalam hal ini di sarankan bahwa guru perlu secara eksplisit mengajarkan tentang aturan dan rutinitas dan terus-menerus memantau peraturan dan rutinitas setelah diterapkan.

Aturan merujuk harapan umum untuk pengaturan perilaku yang spesifik. Kita mengidentifikasi perilaku yang tepat dan tidak pantas dan situasi dalam perilaku tertentu dapat diterima atau tidak dapat diterima. Rutinitas adalah prosedur yang ada di kelas untuk diikuti dalam kegiatan sehari-hari. Secara khusus, rutinitas mengacu pada prosedur khusus untuk melakukan tugas-tugas dalam kelas. Guru harus menetapkan rutinitas dengan frekuensi yang terus sebagai tugas sehingga lebih banyak waktu dapat didedikasikan untuk bagian yang substansial dari pelajaran. Apabila kita tidak memiliki aturan dan rutinitas maka waktu akan terbuang karena waktu hanya untuk mengingatkan siswa yang berkaitan dengan sikap (Behavior).

Aturan pengajaran (Rules)

Aturan membantu anak-anak belajar perilaku yang diperlukan untuk bekerja sama dengan orang lain. Aturan akan membuat anak-anak belajar disipiln. Aturan dipelajari melalui contoh secara terus-menerus akan mendapatkan tanggapan yang tepat dan pantas untuk sebuah aturan. Supaya aturan untuk menjadi lebih efektif, aturan harus jelas dan diberlakukan secara adil dan konsisten. Rink (2006) menunjukkan bahwa guru dapat mengikuti panduan berikut ini dalam mempersiapkan aturan:

  1. Rules should be develop cooperatively with students when possible (Aturan harus mengembangkan sikap kooperatif/kerjasama antar siswa bila memungkinkan).
  2. Rule should be communicated in language that is age appropriate (Aturan harus dikomunikasikan dalam bahasa yang sesuai dengan usianya).
  3. Rules should be few (four to seven) so student will remember them (Aturan harus sedikit (4-7) sehingga siswa akan mudah mengingatnya.
  4. State rules positively and provide both positive and negative examples (Dimulai dengan aturan secara positif dan memberikan kedua contoh baik positif dan negative).
  5. Rules must be consistent with school rules (Aturan harus konsisten dengan peraturan sekolah).
  6. Develop the consequence and clearly identify their relationship to rules violations (Mengembangkan konsekuensinya dan jelas mengidentifikasi hubungannya dengan pelanggaran aturan).
  7. Reinforce the rules consistently and fairly (Memperkuat aturan secara konsisten dan adil).
  8. Make sure the students understand the rules (Pastikan siswa memahami aturan).

Siedentop dan Tannehil (2000) telah menyarankan bahwa aturan untuk Pendidikan Jasmani harus mencakup perilaku dalam kategori berikut.

  1. Safety (Keselamatan)
  2. Respect for other (Menghormati yang lainnya).
  3. Respect for the learning environment (Menghormati lingkungan pembelajaran).
  4. Support for other learning (Mendukung untuk pembelajaran lainnya).
  5. Trying hard (berusaha Keras)

Kelas Pendidikan Jasmani akan lebih banyak aturan yang ditetapkan dibanding dalam pengaturan kelas reguler lainnya. Selain itu, konteks Pendidikan Jasmani yang unik memerlukan aturan tambahan supaya lebih bermakna dan pembelajaran akan positif. Menurut Rink (2006, p.143), aturan berikut umumnya dianggap sebagai dasar untuk membuat lingkungan yang positif dan aman dalam Pendidikan Jasmani:

  1. When other are talking, we try not to talk (Bila orang lain berbicara, kita mencoba untuk tidak berbicara).
  2. We are supportive of our classmate’ effort (Kami mendukung usaha di sekelas).
  3. We respect the rights of others (Kita menghormati hak orang lain).
  4. We take care equipment (Kami menjaga peralatan).
  5. We try our best (Kami mencoba sebaik mungkin).

Rutinitas pengajaran

Seperti disebutkan, rutinitas adalah prosedur untuk menyelesaikan tugas atau tugas-tugas khusus dalam kelas “rutinitas berbeda dengan aturan jadi rutininas  biasanya mengacu pada kegiatan-kegiatan khusus dan mereka biasanya ditujukan untuk menyelesaikan tugas-tugas daripada melarang perilaku” (graham et semua., 2001, hal.121). Rutinitas juga harus diajarkan pada awal tahun. Siswa akan membutuhkan lebih banyak praktek rutinitas dan penguatan yang konstan. Literatur menunjukkan bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi pembentukan rutinitas di kelas adalah tingkat di mana guru secara konsisten memperkuat rutinitas. Jika guru mengajar rutinitas dan kemudian tidak bertindak atas respon ketika rutinitas akan dibentuk (Rink, 2006). Penelitian juga menunjukkan bahwa rutinitas perlu diajarkan secara khusus sebagai salah satu dari konten mengajar, seperti bagaimana untuk menggiring bola atau mengoper. Pengajaran rutinitas berarti bahwa guru harus menggunakan penjelasan, demonstrasi, praktek dengan umpan balik, dan semua elemen lain yang berhubungan dengan pembelajaran. Dengan kata lain, kunci untuk rutinitas mengajar secara efektif tidak berbeda dengan kunci untuk mengajarkan keterampilan olahraga (Rink, 2006; Siedentop & Tannehil, 2000). Siedentop & Tannehil (2000) memberikan strategi mengajar berikut ini dalam menentukan rutinitas:

  1. Menjelaskan dan menunjukkan. Menjelaskan prosedur dalam bahasa yang usia tertentu, dan menunjukkan atau memperlihatkan rutinitas kepada siswa .
  2. Tampilkan dengan contoh. Menunjukkan cara yang salah untuk melakukan sesuatu selain menunjukkan dengan cara yang benar.
  3. Memberikan kesempatan untuk berlatih mengenai prosedur.
  4. Mengharapkan kesempurnaan, arah reward. Anda harus mengharapkan kesempurnaan dan dukungan anak-anak karena mereka secara bertahap menjadi lebih baik dan lebih baik.
  5. Gunakan model yang positif. Ketika siswa atau kelompok melakukan prosedur berhasil, kita bisa menunjukkan ke seluruh kelas.
  6. Sering memberikan umpan balik. Memperkuat keberhasilan dan peningkatan dan memberikan umpan balik perilaku-khusus daripada umpan balik umum.
  7. Gunakan kegiatan untuk berlatih rutinitas. Gunakan beberapa kegiatan yang memungkinkan anak-anak untuk berlatih rutinitas tertentu.
  8. Periksa pemahaman anak-anak. Minta mereka untuk menjelaskan prosedur dan mengapa ini penting untuk melakukannya dengan benar.

Rutinitas harus diajarkan untuk semua aspek prosedural dari pelajaran. Misalnya, anak harus tahu apa yang harus dilakukan ketika guru memberikan sinyal untuk perhatian atau bagaimana kembali ke kelas setelah menyelesaikan pembelajaran Pendidikan Jasmani. Literatur menunjukkan bahwa guru yang sukses harus menetapkan rutinitas untuk acara yang umumnya terjadi pada pelajaran Pendidikan Jasmani (Graham et al, 2001;.Hastie & Martin, 2006; Rink, 2006). Siedentop dan Tannehill (2000) menunjukkan bahwa untuk menjalankan pembelajaran dengan lancar dan efisien, rutinitas harus ditetapkan untuk peristiwa berikut:

  1. Memasuki gymnasium/hall/lapangan
  2. Mengambil atau mendapatkan peralatan.
  3. Mengumpul (dibariskan atau duduk dengan bebagai formasi)
  4. Mendapatkan perhatian
  5. Memilih mitra/tim
  6. Mendapatkan air/untuk minum
  7. Batas menyelesaikan
  8. Selesai/Finishing
  9. Meninggalkan kelas

Anak-anak perlu mengetahui prosedur yang tepat untuk menangani peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perilaku (behaviour). Ketika guru telah menetapkan rutinitas, siswa tahu perilaku apa yang diharapkan dan akan tahu untuk berperilaku yang tepat setiap saat dikelas Pendidikan Jasmani. Dengan menerapkan perauran dan Rutinitas maka kita proses pembelajaran akan berjalan dengan kondusif. Mari kita coba evaluasi apakah dikelas kita sudah membuat peraturan dan rutinintas? apabila belum mari dicoba dengan menyesuaikan informasi diatas.

Pembelajaran Tematik Integratif

Model Pembelajaran Integrasi (Integrated/interdisciplinary) dalam Pendidikan Jasmani

Pada kurikulum 2013 seorang guru diharapkan bisa menerapkan model pembelajaran tematik integratif, akan tetapi model ini sempat menjadi pembicaraan yang ramai terutama masalah penerapnnya di dalam pembelajaran Penjas. Pembelajaran intergatif dalam Pendidikan Jasmani masih sering mengalami kesulitan, hal ini bukan karena guru tidak bisa tetapi karena kurangnya literatur atau sumber bacaan. Intergatif atau dalam beberapa istilah asing disebut juga dengan integrated atau Interdiciplinary Education. Interdisipliner berkaitan dengan lebih dari satu cabang pengetahuan, jadi interdisipliner atau integrated yaitu proses dimana dua atau lebih bidang subjek terintegrasi dengan tujuan untuk meningkatkan pembelajaran disetiap subjek/materi yang dipelajari. Integrasi dalam pembelajaran mungkin mengenai tema utama, isu, masalah, proses, topic, keterampilan atau pengalaman. Implementasi dari program pembelajaran integrasi membawa guru secara bersama untuk menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan dan mencari cara baru untuk menyampaikan pembelajaran secara holistik atau menyeluruh.

Apa yang harus kita kembangkan di sekolah-sekolah kita bukan hanya sekedar keterampilan literasi sempit yang terbatas pada batasan sistem makna yang terbatas, tetapi spektrum literasi yang akan memungkinkan siswa untuk berpartisipasi didalamnya, menikmati, dan menemukan makna utama yang melalui pembelajaran yang bermakna. Tindakan menghubungkan atau menemukan hubungan di antara berbagai domain pengetahuan memberikan pemahaman konseptual yang lebih dalam tentang fitur, dimensi, dan karakteristik yang umum dalam domain tersebut. Melalui pendidikan interdisipliner, baik guru dan siswa dapat mengalami spektrum luas kemungkinan hubungan antara bidang subjek yang beragam. Sebagai pendidik, jenis pengalaman yang kami tawarkan kepada siswa memengaruhi jenis keterampilan dan pengetahuan yang mereka kembangkan. Membuat pengalaman belajar yang relevan, bermakna, dan dapat ditransfer ke pembelajaran masa depan adalah tujuan pengajaran interdisipliner.

Ada 3 model pembelajaran integrasi atau Interdisciplinary

1. Model Terkoneksi (The Connected Model): Dalam model yang terhubung, keterampilan, topik, dan konsep kurikulum Pendidikan Jasmani adalah fokus utama dari pengalaman belajar, dan konten dari bidang subjek lain digunakan untuk meningkatkan, memperluas, atau melengkapi pengalaman belajar siswa. Model ini, yang biasa banyak digunakan oleh guru karena mereka merasa nyaman dengannya, memungkinkan mereka untuk merencanakan, menjadwalkan, dan memilih konten area subjek untuk menyambungkan secara mandiri. Guru Penjas dapat menjadwalkan pelajaran pada saat itu sesuai dengan urutan pembelajaran yang telah mereka rencanakan untuk tahun tersebut; memilih area subjek dan keterampilan khusus, topik, dan konsep yang ingin mereka gunakan; dan melakukan perencanaan waktu ditentukan mereka sendiri. Sebagai contoh ketika mengajarkan tentang lompat jauh siswa dapat menggunakan keterampilan Matematika mereka untuk mengukur dan melihat seberapa jauh mereka melompat. Contoh lain siswa diajarkan mengenai peraturan maka guru secara luas menerangkan pentingnya mematuhi peraturan secara luas di lingkungan sekitarnya. Jadi seorang guru Pendidikan Jasmani dalam mengajarkan dengan model ini tanpa harus bersama dengan guru mata pelajaran lainnya.

2. Model Berbagi (The Shared Model): Sebuah model Berbagi adalah satu di mana dua mata pelajaran yang terintegrasi melalui keterampilan, topik, atau konsep serupa yang merupakan bagian dari konten untuk kedua bidang studi. Pada model ini ada kesepakatan antara guru mengenai tema, keterampilan, topik, atau konsep dan waktu untuk mengajar”. Jadi guru Penjas akan share kapan materi ini akan disampaikan untuk menyesuaikan juga guru mata pelajaran lainnya harapannya satu dengan mata pelajaran lainnya saling mendukung karena ada kaitanya. Model yang dibagikan mungkin mengharuskan pengajar untuk menyesuaikan urutan pengajaran mereka untuk menyertakan konten “bersama” yang baru. Integrasi ini membantu siswa memahami bagaimana tema, keterampilan, topik, atau konsep dapat melintasi bidang subjek lainnya. Pembelajaran siswa diperkuat dengan cara yang berarti ketika mereka melihat guru menyajikan ide yang sama di ruang kelas yang berbeda secara paralel.

Model ini dapat digunakan dengan cara-cara berikut:

Untuk membantu guru mengambil langkah pertama dalam berkolaborasi dengan guru lain. Para guru mendiskusikan konten yang mereka rencanakan untuk di ajarkan selama tahun tersebut dan mengidentifikasi keterampilan, topik, atau konsep umum yang munkin memiliki hubungan. Setelah konten telah diidentifikasi, mereka menyelaraskan urutan pengajaran untuk menyampaikan pelajaran umum atau unit pada waktu yang sama. Sebagai contoh, di unit studi sosial, siswa belajar tentang bagaimana komunitas bekerja bersama, dan para siswa mengembangkan jalur pekerjaan rumah untuk membantu siswa lain di sekolah. Pada saat yang sama di kelas pendidikan jasmani, siswa belajar tentang kerja tim dan berpartisipasi dalam kegiatan membangun tim dalam suatu permainan (game). Subyek berbagi konsep bagaimana orang bekerja sama untuk saling membantu menyelesaikan tugas.
Untuk memperkuat tema yang dipilih. Beberapa guru dapat memilih tema yang luas untuk tingkat kelas atau sebagai proyek sekolah. Guru di semua bidang pelajaran menemukan cara untuk mengajarkan berbagai aspek dari tema. Namun, tema mungkin tidak sama pentingnya di semua bidang subjek. Sebagai contoh, Anda mungkin menggunakan tema perubahan. Dalam sains, siswa mempelajari perubahan musim; pelajaran seni visual fokus pada bagaimana mengubah perspektif Anda saat Anda melihat patung mengubah apa yang Anda lihat; seni bahasa menekankan proses mengubah tulisan agar sesuai dengan audiens yang berbeda; dan dalam Pendidikan Jasmani, perubahan ditujukan ketika siswa mempelajari bagaimana olahraga bola basket telah berubah selama 100 tahun terakhir.
Untuk memilih keterampilan, topik, atau konsep dari satu bidang subjek untuk dibagikan di kedua bidang subjek. Sebagai contoh, topik yang dibagikan adalah pekerjaan, yang diajarkan dalam kurikulum pelajaran sosial tetapi tidak secara khusus merupakan bagian dari kurikulum pendidikan jasmani. Penggunaan model pembelajaran interdisipliner bersama ini memperluas kurikulum pendidikan jasmani dengan menambahkan area konten baru.

3. Model Kemitraan (The Partnership Model): Sebuah model kemitraan didefinisikan oleh perwakilan yang sama dari dua atau lebih bidang studi dalam upaya pembelajaran yang holistik. Keterampilan, topik, dan konsep dari dua atau lebih bidang studi yang dicampur bersama sehingga pembelajaran yang terjadi secara bersamaan di semua bidang subjek. Keterampilan, topik, dan konsep dari dua atau lebih bidang studi yang dicampur bersama sehingga pembelajaran yang terjadi secara bersamaan di semua bidang subjek. Model mengajar adalah kolaboratif dan sering dilakukan melalui model tim-mengajar (team-teaching).  Para guru mengajar bersama pada waktu yang sama di ruang kelas yang sama, berkolaborasi untuk menyampaikan konten yang disetujui di dalam area kurikulum. Model ini membutuhkan perencanaan yang matang, kemauan untuk mencari area umum, identifikasi blok waktu untuk mengajar dengan cara ini, dan upaya signifikan untuk mengidentifikasi hubungan antara bidang kurikuler tertentu. Ini sering mengarah ke wilayah yang belum dipetakan, menantang guru untuk melihat kurikulum mereka dari perspektif baru dan berbeda. Hasilnya adalah kurikulum di mana siswa mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang keterkaitan dari semua bidang subjek.

Model ini dapat digunakan dengan cara-cara berikut:

Untuk menunjukkan nilai pemahaman hubungan antara dua atau lebih bidang subjek yang seharusnya telah diajarkan sebagai bidang subjek secara terpisah. Siswa memiliki kesempatan untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang berbeda, sehingga menunjukkan pemahaman mereka sepenuhnya tentang apa yang telah mereka pelajari. Penerapan konsep matematika pecahan yang di masukan atau dihubungkan dengan pengajaran mekanika yang benar untuk pukulan-pukulan badminton adalah salah satu contohnya. Seorang guru bisa menggambarkan pukulan samping (backswing stroke) sebagai bagian dari lingkaran atau menentukan jumlah servis yang berhasil menggunakan fraksi. Sebelum pengalaman belajar, kedua guru berbagi konten mereka satu sama lain dan bersama-sama menciptakan cara baru untuk mengajarkan konten yang ditargetkan.
Ada beberapa manfaat pembelajaran interdisipliner/integrasi

  • Penyediakan cara baru untuk menyampaikan dan menggunakan konsep dan keterampilan.
  • Mendorong keterampilan berfikir kritis seperti: analisis, sitesis dan evaluasi.
  • Menumbuhkan siswa dalam pendekatan pembelajaran kolaborasi.
  • Memotivasi siswa karena pembelajaran yang menyenangkan dan penuh makna.
  • Mendorong guru untuk berkolaborasi, mendapatkan pemahaman dari konten atau isi dan meningkatkan hubungan sesama guru (Kolegial).
  • Meningkatkan keterampilan dengan berbagai perspektif yang berbeda.
  • Guru dan siswa akan menggunakan berbagai sumber (resources) pendekatan untuk isu-isu yang dipelajari.
  • Mendemontrasikan penyampaian pengetahunan dari satu kontek pembelajaran dengan yang lainnya.